sadar ku...!!!
akhirnya...
ku sadar dari semuanya...
terlalu lama ku terbaring diatas kasur
kini saatnya ku bangkit dari tidur
terlalu sakit hatiku untuk mengenang semuanya
kini saatnya ku mencoba tuk melupakannya
hari kemarin hanyalah sebuah kenangan
hari ini adalah sebuah kenyataan
dan hari esok adalah sebuah harapan
ku harus bisa melakukan yang terbaik pada hari ini
untuk menggapai hari esok yang lebih cemerlang
semuanya sudah terlanjur terjadi
maka tidak sepatutnya ku terus melihat ke belakang
kini saatnya ku merenungkan cita-cita,angan dan impian masa laluku
setiap perjalanan hidup memang penuh kenangan
ku harus bisa berpikir positif
karena setiap kesusahan pasti ada akhirnya
created by: Khe_MaL
Joana Francis adalah seorang penulis dan wartawan asal AS. Dalam situs Crescent and the Cross, perempuan yang menganut agama Kristen itu menuliskan ungkapan hatinya tentang kekagumannya pada perempuan-perempuan Muslim di Libanon saat negara itu diserang oleh Israel dalam perang tahun 2006 lalu.
Apa yang ditulis Francis, meski ditujukan pada para Muslimah di Libanon, bisa menjadi cermin dan semangat bagi para Muslimah dimanapun untuk bangga akan identitasnya menjadi seorang perempuan Muslim, apalagi di tengah kehidupan modern dan derasnya pengaruh budaya Barat yang bisa melemahkan keyakinan dan keteguhan seorang Muslimah untuk tetap mengikuti cara-cara hidup yang diajarkan Islam.
Karena di luar sana, banyak kaum perempuan lain yang iri melihat kehidupan dan kepribadian para perempuan Muslim yang masih teguh memegang ajaran-ajaran agamanya. Inilah ungkapan kekaguman Francis sekaligus pesan yang disampaikannya untuk perempuan-perempuan Muslim dalam tulisannya bertajuk "Kepada Saudariku Para Muslimah";
Ditengah serangan Israel ke Libanon dan "perang melawan teror" yang dipropagandakan Zionis, dunia Islam kini menjadi pusat perhatian di setiap rumah di AS.
Aku menyaksikan pembantaian, kematian dan kehancuran yang menimpa rakyat Libanon, tapi aku juga melihat sesuatu yang lain; Aku melihat kalian (para muslimah). Aku menyaksikan perempuan-perempuan yang membawa bayi atau anak-anak yang mengelilingin mereka. Aku menyaksikan bahwa meski mereka mengenakan pakaian yang sederhana, kecantikan mereka tetap terpancar dan kecantikan itu bukan sekedar kecantikan fisik semata.
Aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku; aku merasa iri. Aku merasa gundah melihat kengerian dan kejahatan perang yang dialami rakyat Libanon, mereka menjadi target musuh bersama kita. Tapi aku tidak bisa memungkiri kekagumanku melihat ketegaran, kecantikan, kesopanan dan yang paling penting kebahagian yang tetap terpancar dari wajah kalian.
Kelihatannya aneh, tapi itulah yang terjadi padaku, bahkan di tengah serangan bom yang terus menerus, kalian tetap terlihat lebih bahagia dari kami ( perempuan AS) di sini karena kalian menjalani kehidupan yang alamiah sebagai perempuan. Di Barat, kaum perempuan juga menjalami kehidupan seperti itu sampai era tahun 1960-an, lalu kami juga dibombardir dengan musuh yang sama. Hanya saja, kami tidak dibombardir dengan amunisi, tapi oleh tipu muslihat dan korupsi moral. (www.eramuslim.com)
Mengapa engkau tertipu dengan kehidupan dunia?
Poligami? berkah atau musibah?
Isu poligami selalu memicu reaksi keras dan menjadi isu meresahkan terutama di kalangan perempuan. Padahal diantara kita masih banyak yang bingung ketika dimintai tanggapan tentang gagasan poligami. Sebagian besar orang masih memandang keluarga poligami dengan stigma negatif, meski keluarga poligami itu adalah contoh keluarga poligami yang baik.
Keluarga dari perkawinan poligami sampai detik ini masih identik dengan stereotipe bahwa keluarga semacam itu tidak akan bisa hidup rukun, miskin dan tidak berpendidikan.
Mereka yang mendukung poligami bakal dicap sebagai orang yang mau enak sendiri, tidak berpendidikan, tidak beradab sehingga muncul keprihatinan bahwa kemungkinan ada pemahaman yang kurang benar dari kalangan yang pro dan kontra terhadap isu yang sensitif ini.
Akibatnya, banyak orang yang merasakan sangat sulit untuk mengakui dukungan mereka terhadap poligami atau bahkan mengakui keinginan mereka untuk memiliki isteri lagi dengan niat yang baik, karena takut dicap dengan label-label yang buruk.
Poligami seharusnya tidak menjadi momok yang menakutkan jika ada perencanaan yang konsisten dan sikap tegas untuk menolak kekuatan-kekuatan dari luar yang membawa pengaruh negatif pada kehidupan keluarga. Situasinya akan lebih baik jika tetap berpegang teguh dan mengikuti agenda yang stabil yang akan membawa jiwa dari dua individu terkait secara utuh.
Ada baiknya, kita tidak kehilangan arah untuk mengindetifikasi berbagai persoalan yang mungkin timbul akibat poligamim dan bahwa ada legalitas keagamaan untuk melakukan poligami dan di sisi lain ada kalangan lelaki yang sengaja menyalahgunakan hak yang diberikan ini. Beberapa persoalan yang mungkin timbul dalam kehidupan poligami;
-Ketidakpercayaan salah seorang isteri yang meyakini bahwa cinta tidak bisa dibagi-bagi.
-Rasa cemburu di antara para isteri yang kadang-kadang memicu munculnya sikap negatif terhadap anak-anak mereka.
-Kepala keluarga yang ingin poligami tapi ceroboh, tidak punya komitmen dan tanggung jawab yang kuat untuk mempertahankan keluarganya.
-Pengaruh dari luar, seperti teman dan penasehat yang berpihak akan makin memicu kesalahpahaman dalam keluarga.
Jika manusia bersikap realistis, hidup adalah serangkaian kejadian yang penuh pasang surut tapi selalu ada solusi jika terjadi tekanan-tekanan. Bagi mereka yang memilih hidup berpoligami, butuh perjuangan keras untuk membuat hidup mereka jadi mudah dan ujian kehidupan selayaknya dipandang sebagai sebuah tanggung jawab yang sangat penting.
Dengan demikian, seharusnya tidak ada alasan untuk selalu memandang negatif ide poligami. Bahkan jika kehidupan poligami itu tidak sejahtera. Karena tidak ada indikasi akurat untuk sebuah perkawinan yang sukses dan lebih jauh lagi untuk masalah keluarga yang baik-baik.
Di luar sana, banyak perkawinan tunggal yang juga bisa gagal, karena salah satu pasangan berkhianat atau akibat persoalan yang lebih serius lagi, seperti bersikap tidak jujur yang bisa menimbulkan penderitaan panjang.
Tidak adil jika mengutuk poligami tanpa terlebih dulu menilai ada apa dibalik poligami itu. Sebaliknya, mereka yang ingin berpoligami harus berpikir lebih bijak sehingga tidak merusak citra poligami dan menjadi contoh yang buruk kehidupan keluarga poligami.(www.eramuslim.com)
segeralah bertaubat
Ibnul Qayyim al-Jauziah, mengatakan tak layak seorang hamba, menunda-nunda dalam melakukan taubat. Melakukan taubat dari dosa merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Tidak boleh ditunda. Apabila seseorang menundanya, melakukan penundaan berarti ia telah melakukan pelanggaran.
Tak ada satupun manusia yang akan tahu kapan saat datang kematian. Apabila saat datang kematian, tak dapat manusia menundanya. Betapapun manusia itu memiliki kekuasaan, harta kekayaan yang tak terhingga, atau hidup diantara istana-istana yang dikelilingi oleh para pengawal, tak dapat mencegah akan datangnya kematian. Bagaimana manusia akan mengakhiri kehidupannya? Dengan lumuran dosa, maksiat, durhaka, serta dalam kekafiran, dan tak pernah meminta ampun dan taubat kepada Rabbnya?
Sesungguhnya, bila manusia telah melakukan taubat dari suatu dosa, maka manusia masih berkewajiban melakukan taubat yang lain lagi, yaitu bertaubat dari menunda taubat. Betapa banyaknya manusia yang menunda-nunda taubat, dan tidak mau menyadari hakekat dosa yang mereka lakukan setiap hari, bahkan setiap detik, tetapi masih belum mau bertaubat, dan menganggap tidak perlu bertaubat atas segala dosa yang telah dilakukannya.
Manusia selalu menganggap dirinya bersih, tanpa dosa, tidak bersalah, dan benar, serta tidak peduli terhadap kehidupannya. Banyak orang-orang yang mengerti hakekat ‘din’ (Islam), tetapi justru sangat berani berbuat dosa, dan tidak mau bertaubat. Manusia yang lebih mengerti syariat lebih sering melanggar syariat Allah Azza Wa Jalla, dan merasa apa yang dilakukan itu benar, karena telah tertipu oleh hawa nafsunya.
Kadang-kadang kesadaran itu datangnya sangat terlambat. Kesadaran datang, saat manusia sudah tidak dapat keluar lagi dari kubangan dosa dan perbuatan durhaka. Manusia menjadi tawanan kesesatannya, dan diperbudak oleh hawa nafsunya, serta menjadi hamba setan. Perbuatannya yang mengikuti, ‘khuthuwatis syaithon’, justru diyakini sebagai sebuah kebenaran, dan menuju jalan ridho-Nya. Padahal, manusia itu telah dibelenggu oleh sifat-sifat setan, dan sebenarnya telah masuk perangkap setan, serta tidak mampu lagi membedakan antara yang haq dan bathil.
Menurut Ibnul Qayyim al-Jauziah, tidak ada yang dapat menyelamatkan manusia, kecuali melakukan taubat secara umum, dari dosa-dosa yang diketahuinya dan tidak ketahuinya. Manusia itu hakekatnya tak pernah dapat terbebas dari dosa. Setiap saat manusia itu membuat dosa. Dosa-dosa yang tidak diketahuinya tersebut lebih banyak, dibandingkan dengan dosa yang diketahuinya. Manusia tidak akan dapat terbebas dari hukuman dari Allah Azza Wa Jalla, atas segala perbuatannya. Tidak ada lagi gunanya melakukan penyesalan ketika manusia sudah di akhirat, dan berada dihadapan ‘yaumul hisab’.
Manusia tidak akan dapat kembali ke dunia untuk mendapatkan ‘fursoh’ (keringanan), kembali ke dunia untuk melakukan kebaikan, sebagai bentuk penyesalannya, karena tidak pernah mau bertaubat agar segala kejahatan dan dosanya, ketika manusia masih hidup di dunia. Banyak diantara mereka yang sombong dihadapan Allah Azza Wa Jalla, menantang dengan kesombongannya, dan bersedih ketika mereka sudah berada di ‘padang mahsyar’ bersama dengan manusia lainnya, yang melakukan dosa.
Karena itu, manusia yang sombong tidak mau bertaubat, tergolong manusia yang menyekutukan Allah Azza Wa Jalla, dan menganggap dirinya benar, serta tidak melakukan kesalahan dalam hidup ini.
Nabi Sallahu Alaihi Wa Sallam, bersabda :
“Kemusyrikan dikalangan umat ini lebih samar daripada rayapan (merayapnya) seekor semut”. Lalu Abuk Bakar bertanya, “Bagaimanakah cara menyelamatkan diri darinya, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Ucapkanlah : Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari memperseku-kan-Mu dengan sesuatu yang akau ketahui, dan aku mohon kepada-Mu dari sesautu yang tidak akan ketahui”.
Inilah istighfar dari sesuatu yang diketahui Allah sebagai dosa, sedangkan hamba tidak mengetahuinya. Baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, selalu mengucapkan istighfar, dan berdzikir, serta bermunajat, mohon ampun kepada Rabb-Nya, padahal Beliau memiliki sifat yang ma’shum, yang dijamin dijaga dari perbuatan dosa, tetapi tidak sombong dihadapan Allah Azza Wa Jalla, dan selalu menyadari bahwa dirinya seorang hamba, yang ‘dhaif’, dan tidak terlepas dari dosa, dan mohon ampun serta taubat.
Dalam hadhistnya Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam, bersabda :
“Ya Allah, ampunilah kesalahanku dan kebodohanku, dari berlebih-lebihanku dalam urusanku, dan apa yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah keseriusanku dan permainanku, kekhilafanku, dan kesengajaanku, semua itu ada padaku. Ya Allah, ampunilahy apa yang telah aku lakukan dan apa yang aku tunda, apa yang aku sembunyikan, dan apa yang aku lakukan dengan terang-terangan, dan apa saja yang Engkau lebih mengetahui daripada aku. Engkau adalah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau”.
Begitulah rintihan do’a yang disampaikan oleh Baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Salam, tanpa henti, dan terus bermunajat serta memohon ampun dan bertaubat.
Dalam hadist yang lain, disebutkan :
“Ya Allah, amunilah dosaku semuanya, yang kecil dan yang besar, yang tidak sengaja dan yang sengaja, yang sembunyi-sembunyi dan yang terang-terangan, yang pertama dan yang terakhir”.
Ungkapan do’a dan taubat yang disampaikan oleh Baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, terus mengalir, padahal Beliau manusia yang ma’shum, kekasih Rabb-nya, dan telah dijamin masuk surga-Nya, tetapi menyampaikan taubatnya. Wallahu’lam.(www.eramuslim.com)





