Don't Miss it...!!!

created by : Fahmie eL-Hamidi


Joana Francis adalah seorang penulis dan wartawan asal AS. Dalam situs Crescent and the Cross, perempuan yang menganut agama Kristen itu menuliskan ungkapan hatinya tentang kekagumannya pada perempuan-perempuan Muslim di Libanon saat negara itu diserang oleh Israel dalam perang tahun 2006 lalu.

Apa yang ditulis Francis, meski ditujukan pada para Muslimah di Libanon, bisa menjadi cermin dan semangat bagi para Muslimah dimanapun untuk bangga akan identitasnya menjadi seorang perempuan Muslim, apalagi di tengah kehidupan modern dan derasnya pengaruh budaya Barat yang bisa melemahkan keyakinan dan keteguhan seorang Muslimah untuk tetap mengikuti cara-cara hidup yang diajarkan Islam.

Karena di luar sana, banyak kaum perempuan lain yang iri melihat kehidupan dan kepribadian para perempuan Muslim yang masih teguh memegang ajaran-ajaran agamanya. Inilah ungkapan kekaguman Francis sekaligus pesan yang disampaikannya untuk perempuan-perempuan Muslim dalam tulisannya bertajuk "Kepada Saudariku Para Muslimah";

Ditengah serangan Israel ke Libanon dan "perang melawan teror" yang dipropagandakan Zionis, dunia Islam kini menjadi pusat perhatian di setiap rumah di AS.

Aku menyaksikan pembantaian, kematian dan kehancuran yang menimpa rakyat Libanon, tapi aku juga melihat sesuatu yang lain; Aku melihat kalian (para muslimah). Aku menyaksikan perempuan-perempuan yang membawa bayi atau anak-anak yang mengelilingin mereka. Aku menyaksikan bahwa meski mereka mengenakan pakaian yang sederhana, kecantikan mereka tetap terpancar dan kecantikan itu bukan sekedar kecantikan fisik semata.

Aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku; aku merasa iri. Aku merasa gundah melihat kengerian dan kejahatan perang yang dialami rakyat Libanon, mereka menjadi target musuh bersama kita. Tapi aku tidak bisa memungkiri kekagumanku melihat ketegaran, kecantikan, kesopanan dan yang paling penting kebahagian yang tetap terpancar dari wajah kalian.

Kelihatannya aneh, tapi itulah yang terjadi padaku, bahkan di tengah serangan bom yang terus menerus, kalian tetap terlihat lebih bahagia dari kami ( perempuan AS) di sini karena kalian menjalani kehidupan yang alamiah sebagai perempuan. Di Barat, kaum perempuan juga menjalami kehidupan seperti itu sampai era tahun 1960-an, lalu kami juga dibombardir dengan musuh yang sama. Hanya saja, kami tidak dibombardir dengan amunisi, tapi oleh tipu muslihat dan korupsi moral. (www.eramuslim.com)

Mengapa engkau tertipu dengan kehidupan dunia?

created by : Fahmie eL-Hamidi

Siapa orang yang disebut tertipu? Mereka yang tertipu itu, ialah yang tertipu dunia dengan kenikmatannya. Mereka lebih mengutamakan dunia atas akhirat, dan mereka lebih ridha dengannya daripada kehidupan akhirat. Mereka penganut paham hedonisme. Mereka kaum pemuja syahwat kenikmatan dunia.

Pernyataan-pernyataan mereka sangat rendah, dan mengatakan, “Dunia itu sifatnya tunai, dan kenikmatannya konkret, sementara akhirat itu belum ada sekarang. Sekarang yang tunai itu lebih bermanfaat daripada yang belum nampak, yaitu kehidupan di akhirat, serta adanya surga. Mereka yang mencintai kehidupan materi dan hedonis, lebih memilih yang sifatnya tunai, kehidupan dunia bagaikan mutiara yang indah, memberi kelezatan yang sangat nikmat, meyakinkan, sementara kehidupan akhirat itu masih meragukan. Mereka tidak ingin memilih kehidupan yang masih meragukan. Begitulah orang-orang yang telah masuk perangkap dan memilih kehidupan dunia.

Mereka yang memilih kehidupan itu, karena terkena rasukan dan bisikan setan yang paling dahsyat. Binatang ternak lebih cerdas daripada mereka. Binatang ternak bila takut dengan sesuatu yang membahayakan, mereka tidak akan berjalan ke depan, meskipun dipukul. Tetapi, bagi mereka yang hedonis dan penikmat dunia, itu mereka mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta pertemuan dengan-Nya, maka mereka itu manusia yang paling sengsara, karena mereka mengetahui. Dan, jika mereka tidak beriman dengan itu semua, menolak, serta tidak menerima (istijabah), maka mereka lebih jauh dari kebenaran.

Allah Azza Wa Jalla berfirman :

“Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti”. (Al-Anfal : 20)

Para penganut paham hedonis dan pemuja kenikmatan dunia itu, bila mereka menyatakan bahwa yang tunai itu lebih baik dibanding dengan yang tertunda (akhirat), maka jawabannya, adalah jika diantara yang tunai dan yang tertunda sama nilainya, maka yang tunai itu lebih baik. Namun, jika keduanya berbeda, yaitu yang tertunda lebih baik dan besar nilainya, maka yang tertunda lebih baik. Lantas bagaimana membandingkan antara dunia dan akhirat? Sementara, dunia itu hanya satu nafas dari nafas-nafas akhirat?

Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Perumpamaan dunia dengan akhirat adalah kalian mencelupkan jari kalian ke laut, kemudian diangkat, lihatlah dunia hanya air yang ada di jari tersebut”.

Hakekatnya, mengutamakan dunia, yang sifatnya tunai ini atas akhirat yang tertunda adalah tipuan, dan kebodohan yang besar bagi manusia. Perbandingan antara dunia beserta isinya dengan akhirat berapakah umur manusia? Berapa lama ia menikmati dunia, kemudian selanjutnya mereka akan menuai hasilnya di akhirat. Apakah orang yang berfikir dengan logis akan mendahulukan kenikmatan sekarang (di dunia) dalam waktu yang sangat singkat, mengharamkan diri mereka dari kebaikan di akhirat yang sifatnya kekal abadi? Sebaliknya mereka lebih memilih kenikmatan kecil dan sebentar untuk meninggalkan kenikmatan yang tak ternilai harganya di akhirat, yang tak ada akhirnya, dan tak terhitung jumlahnya?

Pernyataan sebagian diantara mereka, para penganut paham hedonis itu, “Saya tidak akan meninggalkan sesuatu yang meyakinkan menuju suatu yang meragukan”. Hanya ada dua asumsi dari pernyataan itu, bisa jadi mereka meragukan janji dan ancaman Allah, meragukan kebenaran Rasul-Rasul-Nya, maka renungkanlah ayat-ayat Allah yang Mahatinggi yang menunjukkan keberadaan-Nya, kekuasaan-Nya, kehendak-Nya, ke-Esaan-Nya, kebenaran para utusan-Nya yang mereka kepada manusia.
Allah Azza Wa Jalla berfirman :

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar (perintah-perintah-Nya).” (al-Anfal : 20)

Tentu, barangsiapa mau merenung sejenak, di mana sejak janin, hingga menjadi manusia yang sempurna, maka manusia akan menyimpulkan bahwa yang mengatur demikian rupa, serta mengatur setiap tahapan yang dilalui dalam kehidupannya, tidak mungkin manusia melakukan semua itu, kemudian ditelantarkan dan ditinggalkan sia-sia. Tidak mungkin diibiarkan tanpa perintah, dilarang mengerjakan sesuatu, tidak diberitahu kepadanya hak-hak-Nya, tidak memberi balasan baik dan buruk. Barangsiapa yang merenungkan semua makhluk-Nya baik yang ia lihat atau yang tidak, ia akan menyimpulkan, semua adalah bukti ke-Esaan Tuhan, adanya kenabian, hari pembalasan, dan al-Qur’an adalah semua itu benar.

Allah berfirman :

“Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu iihat, dan dengan apa yang tidak kamu lihat, sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan pada) Rasul yang mulia”. (Al-Haaqqah : 38-40).

Adanya eksistensi manusia merupakan bukti adanya Allah yang Maha Esa, bukti kebenaran Rasul-Nya, dan bukti ketetapan sifat-sifat-Nya yang sempurna. Termasuk adanya kehidupan akhirat, yang kekal dan abadi.

Adanya jaminan surga dan neraka. Manusia dapat memilihnya sesuai dengan keyakinan mereka. Manusia yang mencintai dunia dan kenikmatan materi, tak akan pernah dapat menerima kehidupan akhirat dan surga-Nya, yang sifatnya masih tertunda itu. Wallahu‘alam. (www.eramuslim.com)

Poligami? berkah atau musibah?

created by : Fahmie eL-Hamidi


Isu poligami selalu memicu reaksi keras dan menjadi isu meresahkan terutama di kalangan perempuan. Padahal diantara kita masih banyak yang bingung ketika dimintai tanggapan tentang gagasan poligami. Sebagian besar orang masih memandang keluarga poligami dengan stigma negatif, meski keluarga poligami itu adalah contoh keluarga poligami yang baik.

Keluarga dari perkawinan poligami sampai detik ini masih identik dengan stereotipe bahwa keluarga semacam itu tidak akan bisa hidup rukun, miskin dan tidak berpendidikan.

Mereka yang mendukung poligami bakal dicap sebagai orang yang mau enak sendiri, tidak berpendidikan, tidak beradab sehingga muncul keprihatinan bahwa kemungkinan ada pemahaman yang kurang benar dari kalangan yang pro dan kontra terhadap isu yang sensitif ini.

Akibatnya, banyak orang yang merasakan sangat sulit untuk mengakui dukungan mereka terhadap poligami atau bahkan mengakui keinginan mereka untuk memiliki isteri lagi dengan niat yang baik, karena takut dicap dengan label-label yang buruk.

Poligami seharusnya tidak menjadi momok yang menakutkan jika ada perencanaan yang konsisten dan sikap tegas untuk menolak kekuatan-kekuatan dari luar yang membawa pengaruh negatif pada kehidupan keluarga. Situasinya akan lebih baik jika tetap berpegang teguh dan mengikuti agenda yang stabil yang akan membawa jiwa dari dua individu terkait secara utuh.

Ada baiknya, kita tidak kehilangan arah untuk mengindetifikasi berbagai persoalan yang mungkin timbul akibat poligamim dan bahwa ada legalitas keagamaan untuk melakukan poligami dan di sisi lain ada kalangan lelaki yang sengaja menyalahgunakan hak yang diberikan ini. Beberapa persoalan yang mungkin timbul dalam kehidupan poligami;

-Ketidakpercayaan salah seorang isteri yang meyakini bahwa cinta tidak bisa dibagi-bagi.

-Rasa cemburu di antara para isteri yang kadang-kadang memicu munculnya sikap negatif terhadap anak-anak mereka.

-Kepala keluarga yang ingin poligami tapi ceroboh, tidak punya komitmen dan tanggung jawab yang kuat untuk mempertahankan keluarganya.

-Pengaruh dari luar, seperti teman dan penasehat yang berpihak akan makin memicu kesalahpahaman dalam keluarga.

Jika manusia bersikap realistis, hidup adalah serangkaian kejadian yang penuh pasang surut tapi selalu ada solusi jika terjadi tekanan-tekanan. Bagi mereka yang memilih hidup berpoligami, butuh perjuangan keras untuk membuat hidup mereka jadi mudah dan ujian kehidupan selayaknya dipandang sebagai sebuah tanggung jawab yang sangat penting.

Dengan demikian, seharusnya tidak ada alasan untuk selalu memandang negatif ide poligami. Bahkan jika kehidupan poligami itu tidak sejahtera. Karena tidak ada indikasi akurat untuk sebuah perkawinan yang sukses dan lebih jauh lagi untuk masalah keluarga yang baik-baik.

Di luar sana, banyak perkawinan tunggal yang juga bisa gagal, karena salah satu pasangan berkhianat atau akibat persoalan yang lebih serius lagi, seperti bersikap tidak jujur yang bisa menimbulkan penderitaan panjang.

Tidak adil jika mengutuk poligami tanpa terlebih dulu menilai ada apa dibalik poligami itu. Sebaliknya, mereka yang ingin berpoligami harus berpikir lebih bijak sehingga tidak merusak citra poligami dan menjadi contoh yang buruk kehidupan keluarga poligami.(www.eramuslim.com)

segeralah bertaubat

created by : Fahmie eL-Hamidi


Ibnul Qayyim al-Jauziah, mengatakan tak layak seorang hamba, menunda-nunda dalam melakukan taubat. Melakukan taubat dari dosa merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Tidak boleh ditunda. Apabila seseorang menundanya, melakukan penundaan berarti ia telah melakukan pelanggaran.

Tak ada satupun manusia yang akan tahu kapan saat datang kematian. Apabila saat datang kematian, tak dapat manusia menundanya. Betapapun manusia itu memiliki kekuasaan, harta kekayaan yang tak terhingga, atau hidup diantara istana-istana yang dikelilingi oleh para pengawal, tak dapat mencegah akan datangnya kematian. Bagaimana manusia akan mengakhiri kehidupannya? Dengan lumuran dosa, maksiat, durhaka, serta dalam kekafiran, dan tak pernah meminta ampun dan taubat kepada Rabbnya?

Sesungguhnya, bila manusia telah melakukan taubat dari suatu dosa, maka manusia masih berkewajiban melakukan taubat yang lain lagi, yaitu bertaubat dari menunda taubat. Betapa banyaknya manusia yang menunda-nunda taubat, dan tidak mau menyadari hakekat dosa yang mereka lakukan setiap hari, bahkan setiap detik, tetapi masih belum mau bertaubat, dan menganggap tidak perlu bertaubat atas segala dosa yang telah dilakukannya.

Manusia selalu menganggap dirinya bersih, tanpa dosa, tidak bersalah, dan benar, serta tidak peduli terhadap kehidupannya. Banyak orang-orang yang mengerti hakekat ‘din’ (Islam), tetapi justru sangat berani berbuat dosa, dan tidak mau bertaubat. Manusia yang lebih mengerti syariat lebih sering melanggar syariat Allah Azza Wa Jalla, dan merasa apa yang dilakukan itu benar, karena telah tertipu oleh hawa nafsunya.

Kadang-kadang kesadaran itu datangnya sangat terlambat. Kesadaran datang, saat manusia sudah tidak dapat keluar lagi dari kubangan dosa dan perbuatan durhaka. Manusia menjadi tawanan kesesatannya, dan diperbudak oleh hawa nafsunya, serta menjadi hamba setan. Perbuatannya yang mengikuti, ‘khuthuwatis syaithon’, justru diyakini sebagai sebuah kebenaran, dan menuju jalan ridho-Nya. Padahal, manusia itu telah dibelenggu oleh sifat-sifat setan, dan sebenarnya telah masuk perangkap setan, serta tidak mampu lagi membedakan antara yang haq dan bathil.

Menurut Ibnul Qayyim al-Jauziah, tidak ada yang dapat menyelamatkan manusia, kecuali melakukan taubat secara umum, dari dosa-dosa yang diketahuinya dan tidak ketahuinya. Manusia itu hakekatnya tak pernah dapat terbebas dari dosa. Setiap saat manusia itu membuat dosa. Dosa-dosa yang tidak diketahuinya tersebut lebih banyak, dibandingkan dengan dosa yang diketahuinya. Manusia tidak akan dapat terbebas dari hukuman dari Allah Azza Wa Jalla, atas segala perbuatannya. Tidak ada lagi gunanya melakukan penyesalan ketika manusia sudah di akhirat, dan berada dihadapan ‘yaumul hisab’.

Manusia tidak akan dapat kembali ke dunia untuk mendapatkan ‘fursoh’ (keringanan), kembali ke dunia untuk melakukan kebaikan, sebagai bentuk penyesalannya, karena tidak pernah mau bertaubat agar segala kejahatan dan dosanya, ketika manusia masih hidup di dunia. Banyak diantara mereka yang sombong dihadapan Allah Azza Wa Jalla, menantang dengan kesombongannya, dan bersedih ketika mereka sudah berada di ‘padang mahsyar’ bersama dengan manusia lainnya, yang melakukan dosa.

Karena itu, manusia yang sombong tidak mau bertaubat, tergolong manusia yang menyekutukan Allah Azza Wa Jalla, dan menganggap dirinya benar, serta tidak melakukan kesalahan dalam hidup ini.

Nabi Sallahu Alaihi Wa Sallam, bersabda :

Kemusyrikan dikalangan umat ini lebih samar daripada rayapan (merayapnya) seekor semut”. Lalu Abuk Bakar bertanya, “Bagaimanakah cara menyelamatkan diri darinya, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Ucapkanlah : Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari memperseku-kan-Mu dengan sesuatu yang akau ketahui, dan aku mohon kepada-Mu dari sesautu yang tidak akan ketahui”.

Inilah istighfar dari sesuatu yang diketahui Allah sebagai dosa, sedangkan hamba tidak mengetahuinya. Baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, selalu mengucapkan istighfar, dan berdzikir, serta bermunajat, mohon ampun kepada Rabb-Nya, padahal Beliau memiliki sifat yang ma’shum, yang dijamin dijaga dari perbuatan dosa, tetapi tidak sombong dihadapan Allah Azza Wa Jalla, dan selalu menyadari bahwa dirinya seorang hamba, yang ‘dhaif’, dan tidak terlepas dari dosa, dan mohon ampun serta taubat.
Dalam hadhistnya Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam, bersabda :

Ya Allah, ampunilah kesalahanku dan kebodohanku, dari berlebih-lebihanku dalam urusanku, dan apa yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah keseriusanku dan permainanku, kekhilafanku, dan kesengajaanku, semua itu ada padaku. Ya Allah, ampunilahy apa yang telah aku lakukan dan apa yang aku tunda, apa yang aku sembunyikan, dan apa yang aku lakukan dengan terang-terangan, dan apa saja yang Engkau lebih mengetahui daripada aku. Engkau adalah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau”.

Begitulah rintihan do’a yang disampaikan oleh Baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Salam, tanpa henti, dan terus bermunajat serta memohon ampun dan bertaubat.
Dalam hadist yang lain, disebutkan :

Ya Allah, amunilah dosaku semuanya, yang kecil dan yang besar, yang tidak sengaja dan yang sengaja, yang sembunyi-sembunyi dan yang terang-terangan, yang pertama dan yang terakhir”.

Ungkapan do’a dan taubat yang disampaikan oleh Baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, terus mengalir, padahal Beliau manusia yang ma’shum, kekasih Rabb-nya, dan telah dijamin masuk surga-Nya, tetapi menyampaikan taubatnya. Wallahu’lam.(www.eramuslim.com)